Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Mengikuti Ujian Semester Genap
Oleh :
Devita Aristiasari
Kelas :
XI-IPA-3
SEKOLAH MENENGAH ATAS MUHAMMADIYAH 06 PACIRAN
PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2012/2013
|
|
|
HALAMAN PENGESAHAN
Assalamu’alaikum
wr. Wb.
Setelah membaca, meneliti, dan mengadakan perbaikan kami selaku pembimbing
dari :
Nama : DEVITA ARISTIASARI
Kelas : XI-IPA-3
Judul Laporan : ARSITEKTUR CANDI
BOROBUDUR
Menerangkan laporan study tour diatas dapat memenuhi persyaratan mengikuti
ujian semester genap.
Demikian tugas ini harap menjadi perhatian anda. Atas perhatianya kami
ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum
wr. Wb.
Pembimbing
Wali Kelas
Drs. H. AHMAD AMIN, M. Pd Eko Imam H. S.Pd
Mengetahui
Kepala SMA M 06 KARANGASEM
Dra, Hj. MUNAZATI, M.Pd
752 373
MOTTO
v Manfaatkanlah
masa-masa usiamu untuk beribadah dan menuntut ilmu, karena dengan menuntut ilmu
dan beribadah kita akan selamat di dunia dan akhirat.
v Jadilah
seorang peramah karena keramahan merupakan senjata penakluk yang paling jujur.
v Ilmu
tanpa diamalkan bagai pohon yang tidak berbuah.
v Kejujuran
adalah modal utama untuk menuju keberuntugan.
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan
Pengasih yang telah melimpahkan nikmat,karunia,dan hidayah-Nya sehingga Laporan Study Tour ini dapat tersusun.
Laporan Study Tour ini disusun untuk mendeskripsikan
objek wisata yang telah kami kunjungi.
Kami
sadar bahwa tanpa bantuan dari segenap pihak,Laporan Study Tour ini tidak akan dapat terwujud. Oleh
karena itu , melalui media ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada yth.
- Ibu Dra. Hj. Munazati.M.Pd selaku kepala SMAM 6 PACIRAN .
- Bapak Drs. H. Ahmad Amin. M .Pd. yang telah membimbing cara menyusun laporan ini dan memberi pengarahan kepada kami.
- Bapak Eko Imam Hidayatullah. S.Pd selaku wali kelas kami
- Semua pihak yang telah memberi saran dan dorongan positif untuk kebaikan Laporan Study Tour ini.
Kami
hanya dapat berdo’a semoga amal baik Bapak dan Ibu akan mendapatkan balasan
kebaikan yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa,amin.
Kami sadar bahwa dalam penulisan Laporan Study ini tentunya banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, saran dan kritik dari semua pihak, akan kami terima dengan penuh
keterbukaan dan senang hati demi sempurnanya Laporan Study Tour.
Akhirnya kami hanya dapat berharap Laporan Study Tour ini dapat berguna bagi semua pihak,amin.
Lamongan, Januari 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
- HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
- HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
- KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
- DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB
I PENDAHULUAN
- Latar Belakang..................................................................................................1
- Rumusan masalah............................................................................................1
- Tujuan Penelitian..............................................................................................2
- Batasan Konsep...............................................................................................2
BAB
II KAJIAN TEORI
- Apakah Candi Borobudur itu ?..........................................................................3
- Arsitektur Candi Borobudur...............................................................................3
- Fungsi Candi Borobudur...................................................................................4
BAB
III METODE
PENELITIAN
- Lokasi dan Waktu.............................................................................................5
- Cara Kerja.........................................................................................................5
BAB IV PEMBAHASAN
1. Letak geografis
Candi Borobudur.....................................................................6
2. Arsitektur candi
borobudur................................................................................8
3. Pembangunan
Candi Borobudur....................................................................17
4. Lingkungan
sekitar..........................................................................................22
BAB V PENUTUP
- Kesimpulan.....................................................................................................25
- Pesan dan Kesan............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................26
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Arsitektur
merupakan bagian dari Candi Borobudur. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih
lanjut tentang arsitekur
yang ada di Candi Borobudur, mari kita pelajari atau kita kenali tentang arsitektur tersebut.
Candi
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus
berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat
manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan
sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di
dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam,
sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam
kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah
berwujud), dan Arupadhatu (ranah
tak berwujud).
Berpegangan
pada latar belakang di atas, penulis mencoba membahas tentang Arsitektur Candi Borobudur dan bahasan
tersebut penulis jadikan sebagai judul dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa
hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
arsitektur candi borobudur ?
2. Apa
saja relief yang ada di candi borobudur ?
3. Apa
nama dari arca-arca budha yang ada di candi borobudur ?
4. Bagaimana
struktur bangunan candi borobudur ?
5. Bagaimana
lingkungan sekitar candi borobudur
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari kegiatan ini yaitu :
v Mengetahui tentang arsitektur Candi Borobudur.
v Mengetahui tentang pembangunan Candi Borobudur.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dari
penelitian antara lain :
v Agar kita bisa tahu arsitektur Candi Borobudur.
v Agar kita bisa tahu pembangunan Candi Borobudur.
E. BATASAN KONSEP
1.
Arsitektur :
Seni dan ilmu dalam merancang bangunan.
2.
Candi :
Batu-batuan yang tersusun.
3. Borobudur : Nama
sebuah candi yang terdapat di Jawa tengah
Dan merupakan salah
satu keajaiban dunia.
BAB II
KAJIAN
TEORI
A. Apakah Candi Borobudur itu ?
Borobudur adalah nama sebuah candi
Buddha berukuran 123 x 123 meter yang terletak di Borobudur,Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat.
Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling
bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga
tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke
arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan
manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat
sebagaiBudha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
B. Arsitektur Candi Borobudur
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu
panjang wajah manusia antara ujung garisrambut di dahi hingga ujung dagu, atau
jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan
sepenuhnya.Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi
satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan
4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi
yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio
matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendutdan Pawon di
dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan
makna penanggalan, astronomi, dan
kosmologi.Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh,
dan puncak. Dasar berukuran123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13
kaki). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujursangkar yang makin
mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar
teras.Tiap teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit
pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri
atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang
yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa
utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35m (110 kaki)
dari permukaan tanah.
C.
Fungsi Candi Borobudur
Fungsi
Candi Borobudur hampir sam dengan fungsi candi pada umumnya yaitu :
1. Tempat
penyimpanan relief atau disebut Dhatugarba (peninggalan-peninggalan benda
suci).
2. Tempat
sembahyang atau tempat ibadah umat budha.
3. Merupakan
lambang suci bagi umat budha ,cermin nilai-nilai tertinggi agama budha dan
mengandung rasa rendah hati yang disadari penciptanya sedalam-dalamnya.
4. Tanda
peringatan dan tanda penghormatan bagi sang budha.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. LOKASI dan WAKTU PENELITIAN
Kami
melakukan study tour atau penelitian ini bertempat di kawasan Candi Borobudur ,
pada hari Sabtu tanggal 22 Desember 2012 pukul 07.00 s/d 11.00 WIB.
B. ALAT dan BAHAN
§ Alat-alat
tulis
§ Kamera
§ Buku-buku
sebagai bahan lampiran
§ Draf/
pedoman untuk dikerjakan dan dipertanyakan
C. CARA KERJA
1. Metode
wawancara
Kami memperoleh penjelasan dari pemandu tentang objek wisata
yang kami kunjungi dan kami mewawancarai pemandu wisata tersebut.
2. Metode
observasi / pengamatan
Metode pengamatan dilakukan dengan melakukan pengamatan
secara langsung di lapangan.
3. Metode
kaji pustaka
Kami juga memanfaatkan brosur-brosur,buku panduan,dan
membuka situs-situs tentang Candi Borobudur
yang ada di internet sebagai pelengkap bahan.
4. Metode dokumentasi
Kami mengambil gambar atau foto objek wisata yang kami
kunjungi.
D. HASIL dan ANALISIS DATA
1. Reduksi Data
Data yang
terkumpul dan terekam dalam catatan-catatan lapangan kemudian dirangkum dan
diseleksi sebaik mungkin sehingga menjadi suatu data .
2. Penyajian Data
Setelah proses
reduksi data ,Selanjutnya data diolah lagi dengan menyusun ke dalam
matrik-matrik yang sesuai dengan keadaan data.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. LETAK
GEOGRAFIS CANDI BOROBUDUR
Borobudur adalah nama sebuah candi budha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi
adalah kurang lebih 100 km di sebelah
barat daya Semarang, 86 km di
sebelah barat Surakarta, dan 40 km di
sebelah barat laut Yogyakarta. Candi
berbentuk stupa ini didirikan
oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini
terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya
terdapat 504 arca
Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memah kotai
bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang
didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna
dengan mudra (sikap tangan)
Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).Monumen ini merupakan model
alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus
berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun
umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan
sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di
dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam,
sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam
kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga
dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada
dinding dan pagar langkan.Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan
pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa
serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan
ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir
Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal
Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya
penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975
hingga 1982 atas upaya Pemerintah
Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian
situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs
Warisan Dunia. Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah
keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara
berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia
pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling
banyak dikunjungi wisatawan.
Borobudur
|
|
Informasi
bangunan
|
|
Lokasi
|
|
Negara
|
|
Kordinat
|
|
Arsitek
|
|
Klien
|
|
Awal
konstruksi
|
sekitar
770 Masehi
|
Penyelesaian
|
sekitar
825 Masehi
|
Sistem
struktural
|
piramida
berundak dari susunan blok batu andesit yang saling mengunci
|
Jenis
|
|
Ukuran
|
luas
dasar 123×123 meter, tinggi kini 35 meter, tinggi asli 42 meter (termasuk
chattra)
|
B. ARSITEKTUR CANDI BOROBUDUR
Konsep
rancang bangun
Pada
hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas
bujursangkar dan lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha
aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur
menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan menggambarkankosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam
pikiran dalam ajaran Buddha. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui
untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur sangkar berukuran
123 m (400 kaki) pada tiap sisinya.
Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur
sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada
tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki
Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 diantaranya adalah
berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat
ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam
gambar relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang
membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri.
Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran monumen.
Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan kesalahan
perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai
arsitektur dan tata kota. Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan
pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan
alasan keagamaan, estetik, dan teknis.
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu
dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu
rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga
dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup
struktur tambahan ini terdapat 160 panel ceritaKarmawibhangga yang
kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan
sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur
batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000
meter kubik.
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada
dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300
gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir
dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu,
tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas.
Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung
dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di
dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada
pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan
dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah
dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai
stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan
ukiran relief.
Arupadhatu
Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar
sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras
lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua
teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu
teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur
sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih
tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep
peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak
terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang
sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa
digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah
ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak
rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui
penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung
yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu.
RELIEF
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau
disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuno yang berasal
dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur.
Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief
cerita jataka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan
berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di
sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata
bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju
puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya
serupa benar. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai
aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa
lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan
merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan
candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan
margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah
satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobusur. Kapal
kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala.
Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum
Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan
pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
|
|||
Tingkat
|
Posisi/letak
|
Cerita Relief
|
Jumlah Pigura
|
Kaki candi asli
|
-----
|
160
|
|
Tingkat I
|
dinding
|
a. Lalitawistara
|
120
|
b. jataka/awadana
|
120
|
||
langkan
|
a. jataka/awadana
|
372
|
|
b. jataka/awadana
|
128
|
||
Tingkat II
|
dinding
|
128
|
|
langkan
|
jataka/awadana
|
100
|
|
Tingkat III
|
dinding
|
Gandawyuha
|
88
|
langkan
|
Gandawyuha
|
88
|
|
Tingkat IV
|
dinding
|
Gandawyuha
|
84
|
langkan
|
Gandawyuha
|
72
|
|
Jumlah
|
1460
|
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara
singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Sesuai dengan makna
simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut
menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan
ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan
relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief
tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia
disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia
dalam lingkaran lahir - hidup - mati yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama
Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini
hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto
lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi
utara candi Borobudur.
Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan
relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya
Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman
Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah
selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari
tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga
maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir
Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya
Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana
dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120
pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan
sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha disebut dharma yang juga
berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka dan Awadana
Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum
dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan
perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah
Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa
yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau
perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat
ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka
akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan
ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia
kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief
candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya
terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal
dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka,
karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong
ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam
usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana
yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab
lainnya yaitu Bhadracari.
ARCA BUDHA
Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di
dinding, di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi
teratai serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung
buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat dari bahan batu andesit.
Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu,
diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin
berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104
relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris keempat 72
relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di
tingkat Rupadhatu.Pada bagian Arupadhatu (tiga
pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang
(berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran
kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72
stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah
rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini,
kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar
negeri).
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan
tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu pada mudra atau
posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur,
Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra:
Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang
menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca
Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang
di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat.
Masing-masing mudramelambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing
dengan makna simbolisnya tersendiri.
Arca
|
Mudra
|
Melambangkan
|
Dhyani Buddha
|
Arah Mata Angin
|
Lokasi Arca
|
Bhumisparsa mudra
|
Memanggil bumi sebagai saksi
|
Timur
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
timur
|
||
Wara mudra
|
Kedermawanan
|
Selatan
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
selatan
|
||
Dhyana mudra
|
Semadi atau meditasi
|
Barat
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
barat
|
||
Abhaya mudra
|
Ketidakgentaran
|
Utara
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
utara
|
||
Witarka mudra
|
Akal budi
|
Tengah
|
Relung di pagar langkan baris kelima (teratas) Rupadhatusemua
sisi
|
||
Dharmachakra mudra
|
Pemutaran roda dharma
|
Tengah
|
Di dalam 72 stupa di 3 teras meling
|
C. PEMBANGUNAN CANDI BOROBUDUR
Tidak ditemukan bukti tertulis yang
menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu
pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang
tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim
digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur
dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun
antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsaSyailendra di
Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya.
Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 – 100 tahun lebih dan
benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratunggapada
tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang
berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra
diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi
melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka
mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun
berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu.
Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja
beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan
bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan
Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari
Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir
bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung
sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan
candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris
Sanjaya, Rakai Panangkaranmemberikan izin kepada umat Buddha
untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya,Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk
pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang
dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.Petunjuk ini dipahami oleh
para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi
masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu
bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula
sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan
pada masa itu wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang
memuja Siwa
yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di
perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul
mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan,
candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai
jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa
Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana
toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu
pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
Tahapan
pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa
rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai
puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini
membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan
stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan
tahapan pembangunan Borobudur:
- Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
- Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
- Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
- Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
Struktur bangunan
Sekitar 55.000 meter kubik
batu andesit diangkut
dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini
dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa
menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali,
melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti
balok-balok lego yang
bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang
yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk “ekor merpati” yang mengunci
dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding
rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan
sistem drainase yang
cukup baik untuk wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah
genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing
dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan
rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas permukaan datar,
tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan
candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti
candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan
sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat.
Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak.
Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan
kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi
lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi. Stupa memang
dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa
dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara
kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit
dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras
bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden
berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek
perancang Borobudur bernama Gunadharma,
sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini.Namanya lebih berdasarkan
dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda
Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang
bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa
tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh,
tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan
satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis
rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari
dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.
Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan
tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan
rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan
formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri
perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis ini juga
ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog
yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan
makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di
candi Angkor Wat di Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas
tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak. Dasar berukuran
123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13 kaki). Tubuh candi terdiri atas
lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama
mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras. Tiap teras
berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit pada
tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan
menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat
stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari permukaan tanah. Tinggi asli
Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas adalah
42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian
tengah keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak
monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa.
Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong
pintu dan ukiran makarayang
menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur
pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal
untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga
pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
D. Lingkungan sekitar
Borobudur,
Pawon, dan Mendut terbujur dalam satu garis lurus yang menunjukan kesatuan
perlambang.Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur
terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah
barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah
timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat
di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi
ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang
dikenal sebagai dataran
Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa
dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan
tanahnya.
Tiga candi serangkai
Selain
Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini. Pada masa
penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang terbujur
membentang dalam satu garis lurus. Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan
tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu
yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi
ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu dan berpagar
dan mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada
kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini
(Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam
hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya
keterkaitan ritual antar ketiga candi ini. Keterkaitan suci pasti ada, akan
tetapi bagaimanakah proses ritual keagamaan ziarah dilakukan, belum diketahui
secara pasti. Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga
ditemukan beberapa peninggalan purbakala lainnya, diantaranya berbagai temuan
tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur
dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar
Borobudur kini disimpan di Museum
Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi
bersebelahan dengan Museum
Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon
ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi
ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik
yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi
batu asli Candi Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan
rekonstruksi. Pada saat penemuannya arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini
Jakarta) dan kini disimpan di Museum
Nasional Indonesia.
Danau purba
Borobudur di
tengah kehijauan alam dataran
Kedu. Diduga dulu kawasan di sekeliling Borobudur adalah
danau purba.Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar,
Borobudur dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m (870 kaki) dari
permukaan laut dan 15 m (49 kaki) di atas dasar
danau purba yang telah mengering. Keberadaan danau purba ini menjadi bahan
perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan
dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931,
seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J.
Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah
sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung
di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai
merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih)
dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha; seringkali
digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana
(lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik
stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur
Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam
naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha
yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak
Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori
Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan
dari para arkeolog; pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan
bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada
masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau
purba.Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan
menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs ini. Sebuah
penelitian stratigrafi, sedimen dan
analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan
danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan
Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari
waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah
kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14.
Aliran sungai dan aktivitas vulkanik diduga memiliki andil turut merubah
bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danaunya.
Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang
terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Candi Borobudur
adalah candi terbesar agama budha di dunia. Kemegahan Candi Borobudur tidak
hanya menunjukan kemampuan rancang bangunan nenek moyang Indonesia yang luar
biasa tetapi menunjukan penguasaan ilmu perbintangan . Struktur dari Candi
Borobudur merupakan deskripsi dari perjalanan kehidupan manusia dan kaitanya
dengan alam semesta yang diyakini oleh warga budha mahayana , yaitu Kmadhatu ,
Rupadhatu dan Arupadhatu.
B. PESAN DAN KESAN
PESAN
§ Harapan
diadakan study tour ini adalah dapat bermanfaat bagi siswa karena dapat
menambah wawasan budaya dan pengetahuan umum.
§ Diharapkan
agar pada tahun yang mendatang kegiatan ini masih tetap diselenggarakan.
KESAN
§ Saya
pribadi mendapatkan banyak pengetahuan dengan diadakanya study tour ini.
§ Saya
dapat mengetahui tempat-tempat sejarah yang ada di Yogyakarta
§ Saya
dapat menambah pengalaman baik di dalam ilmu pelajaran maupun tidak
§ Dan
masih banyak lagi.....
DAFTAR
PUSTAKA
§ Aristiasari,Devita.2012.Pedoman Penulisan Laporan
Study Tour. Lamongan: SMAM 6 KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN.
§
Badrika wayan.2000.Sejarah Peninggalan Indonesia.Jakarta:Erlangga
§
Matroji.2004.Sejarah Indonesia.Jakarta:Erlangga
§
Soedirman.1980.Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia:Yogyakarta:Pustaka Jaya
§
Sukmono.1981.Candi Borobudur Pustaka Umat Manusia.Yogyakarta:Pustaka Jaya
MoerTjipto, Drs Borobudur, Pawon Dan Mendut, Kanisus Yogyakarta 1993
MoerTjipto, Drs Borobudur, Pawon Dan Mendut, Kanisus Yogyakarta 1993
§ Moertjipto.1993.Candi Pawon dan
Mendut.Yogjakarta:Kanisius
§ Drs. R. Soetarno. 1998. Aneka Candi Kuno di
Indonesia. Solo
§ Soeharsono.1969.Petunjuk Singkat Untuk Banguanan
Suci Borobudur.Yogjakarta:Taman Siswa Yogjakarta
§ (http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuh_Keajaiban_Dunia)
§ detik.com
§ http://arkeologisunda.blogspot.com./
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Candi borobudur
Relief
Bukit
di sekitar Candi Borobudur
Stupa
Candi Borobudur